BUKAN KAMPUNG ‘KAMPUNGAN’
Seorang wartawan media massa ditugaskan untuk melakukan riset profil kampung di wilayah Daerah Istemewa Yogyakarta. Kampung yang memiliki karakter modern, heterogen, dinamis, namun masih menyisakan ruang tepa slira, guyub rukun dan bombing: hidup bersanding budaya lokal.
Samirono, sebuah kampung di Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman adalah sebuah kampung yang tepat untuk karakter tersebut. Samirono sebuah kampung berpagar Jalan Solo, Jalan Affandi, Jalan Herman Yohanes dan Jalan Colombo. Wilayah Sleman yang bersinggungan dengan wilayah Kota Yogyakarta, pinggiran tetapi berada di tengah, ramai namun tenang. Keras tapi damai. Kolot namun banyak kreatifitas yang lahir dari kampung itu.
Hari pertama riset, wartawan banyak bertanya tentang asal mula Kampung Samirono kepada beberapa narasumber, sesepuh, di Samirono. Dihari kedua, wartawan mulai aktif terlibat dalam pendokumentasian kesenian yang ada dan masih berlangsung di Samirono. Dia menghampiri tempat-tempat latihan dan terlibat diskusi dengan aktifis-aktifis pelaku seni yang ada. Memasuki hari ketiga, wartawan mengkhususkan untuk konsentrasi mengikuti latihan kethoprak. Pada hari ketiga ini, wartawan tertarik kepada salah satu gadis penari yang mengikuti latihan kethoprak, gadis ini adalah seorang anak kost yang aktif mengikuti kegiatan kethoprak di Kampung Samirono. Dan pada hari keempat, kehadiran wartawan di Samirono mulai menjadi bahan gunjingan, ada yang salut, ada yang mencibir, dan ada pula yang terang-terangan tidak mendukung aktifitasnya di Samirono. Peristiwa romantis wartawan dengan gadis penari kethoprak, lambat laun menjadi konflik internal di tubuh pelaku seni di Samirono, yang akhirnya menyebar menjadi konflik eksternal. Akhirnya, wartawan itu mengalah untuk menyingkir, daripada kehadirannya mengganggu kenyamanan dan kedamaian yang ada. Di hari lain, muncul beberapa berita di media yang mengangkat budaya tradisi Samirono untuk menjadi komoditi dan aset penting publisitas Samirono. Masyarakat Samirono pun akhirnya menyesali konflik dengan wartawan yang tanpa diduga ternyata turut membantu Samirono lebih dikenal publik.
Itulah cerita yang akan dipentaskan pada tanggal 12 Juli 2008 oleh Kampung Samirono dalam Babad Kampung FKY XX 2008. Naskah yang ditulis oleh Sugito HS, tersebut memeng diharapkan sanggup mengungkap beberapa hal yang menjadi sejarah Kampung Samirono, baik yang telah terjadi pada waktu lampau ataupun yang baru saja berlangsung. Read the rest of this entry »
Komentar